TUMBE

Seperti yang pernah kami bicarakan dulu , seperti apa halnya “ Malabot Tumbe “ maka kini kami membahas tentang kisah sejarah Tumbe.

Tumbe artinya telah Sampai Waktunya.  ( Tibamo ko Tumbeno ) dalam artian bahwa  saatnya yang di nanti telah tiba. Apa yang di nanti ?? Rahasia itu yang akan di ketahui khalayak.

Seperti Bayi baru lahir maka saatnya yang  empunya rahasia memberitahukan kepada khalayak tentang berita gembira ini.

Oleh karena itu maka symbol telur maleo ini di bagikan kepada keluarga tiga kamali ( Kamali Putal ( Pamannya ,) kamali Boneaka ( Adiknya ), Kamali Banggai Lalongo ( Dia sendiri ).

Dalam hal ini jelas sudah siapa sebenarnya pemilik hajatan ini..

Dalam sejarah  di ceritakan bahwa asal muasal burung maleo ini dari Batui , sebagai salah satu hadiah perkawinan antara Mbumbu Doi Djawa dengan Nurusaffa  anak dari  Raja Ali Aseni raja Matindok di Batui.

Doermier (1945:20), Kerajaan Motindok merupakan ke-triesaan dengan Bola dan Lowa, dikatakan ketiga bagian itu dikuasai oleh seorang raja Ali Asine, adik perempuannya Aminah, dan adik laki-laki Lohat ( kembali satu ikatan keluarga antar kerajaan ). Waktu pendiri kerajaan Banggai yang sekarang (Mumbu doi jawa) dalam perjalanan penaklukannya tiba di Motindok, ia menikahi putri raja Ali Asine, Nuru Sapa (dalam versi Banggai putri ini adalah istri Mumbu doi jawa berbangsa Ternate), serta mengangkat putra dari saudara laki-laki Nuru Sapa,Sasong Baluwangi, menjadi basanyo pertama atas Batui, putra ini bernama Ama, bahasa yang di pakai adalah Mbaha, penyimpangan dari bahasa Saluan dan bahasa Wana (1525-1680).

Inilah mengapa tradisi ini tetap di jaga oleh Bekas Kerajaan Matindok ( Batui )

Setelah Sultan Ternate Babb Ullah (1570-1585) dan Adi Cokro menguasai kerajaan Tompotika dan Motindok, maka terbentuklah KERAJAAN BANGGAI (1575) yang wilayahnya dari Tg. Api, Tompotika, Motindok sampai Pulau Togon, serta wilayah Pulau Sonit  selanjutnya atas kesepakatan dan usulan para Basalo , Sultan Ternate Baab Ullah melantik Adi Cokro sebagai raja Banggai pertama (1575-1590).

Raja ke I kerajaan Banggai Adi Cokro menikah pertama dengan putri  raja Motindok Ali Aseni,Nuru Sapa melahirkan anak pertama Abu Kasim, kemudian  Adi Cokro menikah kedua dengan putri bangsawan (Kastela) Portugis di Ternate bernama Kastilia melahirkan anak kedua Mandapar, dan  Adi Cokro menikah ketiga dengan putri Bobolau melahirkan anak perempuan ketiga  Putri Saleh

Saat perjalanan kembali ke jawa , Mbumbu Doi Djawa membawa serta Istri  ( anak Basalo Babolau) dan burung Maleo tersebut. ( dalam versi Banggai burung ini di pindahkan ke Batui kepada bosanyo pertama Batui adik dari Nurusafa karena beberapa kali melakukan kesalahan. ) yang pada saat tersebut Putri Nurusafa dalam keadaan mengandung. Kembalinya Mbumbu Doi Djawa ke tanah jawa membuat terjadinya kekosongan pemerintahan di kerajaan Banggai. Atas kebijaksanaan Para Basalo Sangkap maka di carilah penggantinya. Dengan demikian cerita yang sangat melegenda tentang proses pencarian seorang raja dengan permainan Gasing itu.

Setelah sang Calon Pengganti di dapat dan di labuk ( lantik ) pada saat itu maka Mbumbu Sinambembekon ( Raja Yang di ayun-ayun ) resmi menjadi raja di Banggai . di kisahkan bahwa setelah di lantik sang raja di temani beberapa anak buahnya berangkat ke tanah jawa menemui ayahnya .

Setelah beberapa waktu beliau kembali ke Banggai dengan membawa beberapa titipan buat keluarganya  ( versi yang lain membawa serta burung maleo dari ayahnya yang kerena di jawa burung tersebut tidak dapat hidup . ( bukan habitat ) . Pada masa kekosongan pemerintahan setelah berangkatnya Mbumbu Sinambembekon ke tanah Jawa maka  Periode tersebut telah ada campur tangan VOC, Setelah kembalinya Mbumbu Sinambembekon ke Banggai di dapatinya saudara lelakinya Mandafar ( Putra Mbumbu Doi Jawa dengan  Putri Kastela ) telah menjadi raja di Banggai, berangkatlah Beliau ke Batui menemui Pamannya Bosanyo Pertama Batui menyampaikan Amanat Ayahandanya tentang Burung Maleo tersebut, ( versi yang lain membawa burung maleo tersebut ke Batui ) dengan perjanjian. yang sampai sekarang Amanat tersebut tetap di Pegang oleh Keturunan  Ali Aseni yang ada di Batui.

Mengapa mereka melakukan ini ..kerena mereka tau bahwa Istri pertama dari Adi Cokro ( Mbumbu Doi Djawa )  Nurusaffa adalah saudara tertua Bosanyo pertama Batui Sasong Baluwangi anak dari Raja Ali Aseni. Dan mereka tau bahwa yang melakukan perjanjian serta penyampai amanah adalah anak dari Nurusaffa keponakan dari Sasong Baluwangi Bosanyo pertama Batui.

Sehingga Mbumbu paham atas hubungan keluarga ini , dan memberi gambaran lewat Proses Malabot Tumbe . yang mana Keluarga Batui dalam penyampaian ini membawa dan penyerahkannya kepada Keluarga Mbumbu Sinambembekon,… Adiknya , anak  putri Basalo Babolau (,Kamali Boneaka ) , Pamannya Yang datang mengurus Adiknya ( Kamali Putal  ) ,Keluarga dari Ibunya. ( Kamali Kau Mbombol ) Serta saudaranya Mandafar ( anak dari putri Kastela ).

Pasti kita akan bertanya Siapakah Keluarga-keluarga ini..? dan

Siapa yang empunya Telur ( hajatan ini ) ????

Mereka yang paham atas  rahasia ini lebih banyak diam dan menyimpan silsilah garis keturunannya.. karena mereka tau Tumbe adalah symbol dari hubungan keluarga .Berbeda sekali dengan sekarang Proses Tumbe justru di ributkan oleh mereka yang bukan berada dari garis keturunan keluarga Mbumbu Sinambembekon / Keturunan Adi Cokro. Sangat lucu..??

Sehingga sangat tidak etis kalau kita mengatakan “ Para Pelayan ingin menyingkirkan Tuan Rumah “.  Ataupun “ Para pelayan mengakui dirinya sebagai Tuan Rumah.””

Semoga  ini dapat memberi gambaran terhadap suatu penyempurnaan

 

Salam

KOMUNITAS LIPU PAU BASAL

 




Komentar